Timnas Indonesia, Belajarlah dari Semangat Juang Yunani

Yunani secara mengejutkan menjuarai Euro 2004

Tim nasional Yunani pernah mengejutkan dunia dengan menjuarai Euro 2004. Tak tanggung-tanggung, tim tersebut mengalahkan tuan rumah Portugal di babak final. Tak cuma Portugal, beberapa tim besar lain seperti Ceko dan Perancis juga mereka jungkalkan di babak-babak sebelumnya. Padahal, Yunani datang ke Euro dengan status tak diunggulkan. Menempati peringkat 35 dunia, Yunani menjadi salah satu tim dengan rangking terbawah di gelaran tersebut.

Kondisi tersebut mirip dengan yang dihadapi tim nasional Indonesia saat ini. Berlaga di piala AFF 2016, Indonesia menjadi tim dengan rangking terbawah di antara para kontestan. Berdasarkan rilis peringkat yang dikeluarkan oleh induk sepak bola dunia FIFA per Oktober 2016, timnas Garuda saat ini menduduki ranking 179 dunia.  Indonesia nampaknya perlu meniru cara Yunani dalam bermain di Euro 2004. Negeri para dewa tersebut memang banyak mendapatkan kritik karena dianggap menerapkan sepak bola negatif dengan bermain bertahan. Namun, daripada sekadar sepak bola indah, publik tentu lebih merindukan trofi AFF yang sama sekali belum pernah diraih. 

Semua dimuali dari rasa nasionalisme.

Timnas Indonesia, Belajarlah dari Semangat Juang YunaniWahyu Putro A/ANTARA FOTO

Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengedepankan nasionalisme. Di Yunani, terdapat dua klub yang memiliki sejarah konflik panjang, mereka adalah Olympiakos dan Panathinaikos. Pertemuan dua tetangga itu hampir selalu ricuh dan tak jarang memakan korban jiwa. Sebelum era pelatih Otto Rehhagel, perselisihan bahkan kerap terjadi antar pemain yang berasal dari kedua klub tersebut. Oleh Rehhagel, permusuhan itu diubah menjadi kekompakan. Hal ini pun menular ke para pendukung klub. Jika para pendukung Indonesia masih sibuk dengan perselisihan antar klub, nampaknya gelar juara masih akan jauh panggang dari api.

Kebugaran fisik pemain.

Timnas Indonesia, Belajarlah dari Semangat Juang YunaniAFF Suzuki Cup.com

Salah satu kunci kemenangan Yunani pada Euro 2004 adalah keburagan fisik pemain. Ini berbeda dengan pemain negara lain yang banyak mengeluhkan kelalahan lantaran padatnya jadwal. Wajar, saat itu hanya baru segelintir pemain Yunani yang bermain untuk klub besar Eropa. Setidaknya hanya ada tiga pemain yang bermain di liga top eropa, mereka adalah Giorgios Karagounis (Inter Milan), Charisteas (Werder Bremen) serta Giannakopoulos (Bolton Wonderers). Namun, mereka tidak menjadi pilihan utama para pelatih.

Kondisi yang sama juga terjadi pada pemain Indonesia. Sanksi dari FIFA membuat klub-klub di Indonesia tak bisa ikut kejuaraan internasional. Hasilnya, hanya ada satu kompetisi yang mereka ikuti. Artinya, pemain Indonesia secara fisik seharusnya tak banyak terkuras. Berbeda dengan pemain negara lain yang harus bertanding di lebih dari satu kompetisi.

Kerja sama tim.  

Timnas Indonesia, Belajarlah dari Semangat Juang Yunani

Rehhagel menganut sebuah filosofi bahwa bintang dalam sebuah pertandingan sepak bola adalah tim itu sendiri. Artinya, tak ada sosok pemain yang benar-benar menjadi bintang dalam sebuah tim. Kerjasama tim adalah kunci utama. 

Baca juga: Piala AFF 2016 di Depan Mata, Ini Jadwalnya!

Sosok penentu.

Timnas Indonesia, Belajarlah dari Semangat Juang Yunaniuefa.com

Walaupun nyaris tanpa bintang, Yunani punya satu sosok penting dalam tim tersebut. Dia adalah striker Angelos Charisteas. Charisteas selalu hadir di saat dan waktu yang tepat. Hasilnya, dia mencetak tiga gol kemenangan, salah satunya di partai final saat mengalahkan Portugal. Susah memang mencari sosok layaknya Charisteas di Indonesia. Tapi jangan takut, Garuda punya striker sekelas Boaz Solossa yang sudah bermain di AFF sejak 2004.

Menerapkan strategi tameng pemain.

Timnas Indonesia, Belajarlah dari Semangat Juang YunaniSidomi.com

Hingga berakhirnya Euro 2004, strategi yang digunakan oleh Yunani masih menjadi misteri. Sebuah rumah taruhan, Unibet akhirnya mengungkap rahasia mereka. Ternyata, Yunani menggunakan sepuluh pemain dalam menjaga bola. Mereka membentuk sebuah tameng dalam melindungi pergerakan bola. Dengan cara yang sama, mereka bergerak perlahan untuk mengarahkan bola ke area lawan. Hasilnya, musuh kesulitan merebut bola dan memudahkan pembawa bola mengkonversinya menjadi sebuah gol.

Minim keberuntungan.

Timnas Indonesia, Belajarlah dari Semangat Juang YunaniLiputan6.com

Satu yang tidak dimiliki Indonesia adalah keberuntungan. Ini jelas berbeda dengan apa yang terjadi dengan Yunani. Jika Yunani langsung mengangkat trofi pada final pertama mereka, Indonesia tidak. Timnas Garuda layaknya juara tanpa mahkota.  Empat kali masuk final, Indonesia selalu pulang dengan tangan hampa. Tapi, sepak bola bukan pertandingan lempar koin. Faktor keberuntungan hanya berkontribusi 1 persen dalam hasil akhir. 99 persen sisanya adalah taktik dan keringat! 

Buat kami bangga, Garuda!

Baca juga: Ditekel Hansamu, Irfan Urung Bela Timnas di AFF Cup

Topik:

Berita Terkini Lainnya